Metode
Pembuatan dan Penggunaan Standard Color Range
Dalam
dunia percetakan kemasan ada istilah
Standard Color Range (disingkat SCR) yang berisikan 3 jenis kualitas hasil cetak, yaitu Minimum,
Standar,
dan Maksimum yang
akan berfungsi sebagai pedoman warna baik untuk operator dan customer
itu sendiri. Pada umumnya sebuah percetakan kemasan akan membuat
beberapa SCR dengan batas waktu kadaluarsa tertentu (1-2 tahun tergantung kebijakan
perusahaan masing-masing). Namun sayangnya metode pembuatan SCR tidak dilakukan dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu, seperti
Density, TVI (tone value increase), serta warna dengan nilai CIE L*a*b* (Pembuatan SCR ini biasanya dilakukan dengan
menggunakan insting operator cetak), sehingga range toleransi bisa
terlalu lebar.
Selain tidak terukur, batas waktu yang ditentukan
untuk sebuah Standard
Color Range
nyatanya juga tidak menjamin keabsahannya, karena dalam kurun periode
waktu tertentu seiring dengan penggunaannya, warna tinta yang ada di
cetakan akan memudar yang disebabkan karena gesekan, sinar matahari,
dsb. Dan ketika hal ini terjadi, perdebatan pun tidak bisa dihindari dan semua pihak mengalami kesulitan untuk mengambil jalan tengah dan kompromi karena tidak ada nilai yang bisa diukur
untuk membuktikan apakah Standard
Color Range
tersebut masih berlaku (valid) atau tidak.
Terlepas
dari sisi ekonomis, dalam membuat Color
Guide yang
benar, metode yang dilakukan pun harus benar, yaitu dengan mencatat
dan mengukur. Pencatatan dan pengukuran diperlukan sebagai
dokumentasi untuk memudahkan proses produksi. Pengukuran yang
dilakukan untuk membuat Standard
Color Range adalah
:
a.
Density (Kepekatan)
Angka density digunakan sebagai
pedoman oleh operator dalam mencetak. Dalam proses cetak operator
tidak dapat mengubah warna, yang dapat dilakukan hanyalah mengatur
ketebalan tinta yang diwakili oleh angka density.
b.
TVI (Tone Value Increament)
Adalah penambahan nilai nada.
Penambahan nilai nada ini tidak dapat dihindari karena image yang
dipindahkan ke material cetak mendapatkan tekanan dalam proses
pemindahannya yang menyebabkan bentuk raster mengembang dari semula.
Selain itu juga daya serap kertas dan daya alir tinta juga
mempengaruhi proses pembesaran nilai nada ini.
c.
CIE L*a*b* (Warna)
Adalah sebuah ruang warna yang di
definisikan oleh CIE (sebuah konsorsium) dimana
CIE L* mewakili nilai kecerahan
warna, 0 untuk hitam, dan 100 untuk putih
CIE a* mewakili jenis warna merah
dan hijau, dimana negatif a* mewakili warna hijau, dan positif a*
mewakili warna merah
CIE
b* mewakili jenis warna kuning dan biru, dimana negatif b* mewakili
warna biru, dan positif b* mewakili warna kuning.
Berdasarkan
nilai CIE L*a*b* perbedaan warna dapat dihitung dan dinyatakan dalam
sebuah nilai ΔE.
Δ
= Delta adalah huruf Yunani yang sering dipergunakan sebagai simbol
jarak atau perbedaan dan E = singkatan dari kata dalam bahasa Jerman
Empfindung yang berarti sensasi.
(http://pengantar-warna.blogspot.com/2011/03/colorimetry-part-iii-color-difference.html).
Sehingga
dari hasil perhitungan dE ini dapat dibuat sebuah kesepakatan
mengenai toleransi perbedaan warna yang dapat diterima.
Apabila
ketiga hal ini dilakukan maka kualitas sebuah Standard
Color Range
dapat dinilai dan dapat di verifikasi keabsahannya. Dengan demikian untuk
menerbitkannya kembali tidak mengalami kesulitan, karena angka-angka
pengukurannya tercatat.